BANGGAI – Tepat di penghujung tahun 2022, ratusan warga suku Andio penduduk asli Kecamatan Masama, Kabupaten Banggai, pada Sabtu 31 Desember 2022, pukul 10.00 WITA menggelar napak tilas dengan mengunjungi beberapa tempat peninggalan sejarah.
Tiga tempat yang di kunjungi peserta napak tilas yakni, Makam Ambaral, Makam Radjawali dan benteng pertahanan Radjawali.
Dalam penjelasan tetua Andio, Ambaral adalah pemimpin etnis Andio yang bermukim di wilayah perkampungan Taugi Manau (kampung Taugi Tua) kini disebut Desa Taugi. Ambaral memiliki seorang putra bernama Radjawali.
Radjawali yang tumbuh dewasa dan memiliki keberanian serta dibekali dengan ilmu kanuragan dan ilmu kedigdayaan sehingga dipilih memimpim pasukan Andio melawan Tobelo di wilayah Masama.
Penuturan Dariis Anggo, salah satu tetua adat di Andio menceritakan, konon sepasukan Tobelo pernah mengepung Radjawali, namun upaya menangkap sang legenda Andio itu tidak membuahkan hasil, Tobelo malah kewalahan karena sulit menaklukan Radjawali bersama sejumlah pasukannya.
Pasukan Tobelo bahkan mengalami kerugian besar akibat pasukan mereka banyak yang tewas di ujung pedang dan tombak pasukan andio yang di pimpin Radjawali.
Kedatangan Etnis Tobelo di dataran Masama dengan misi menjajah penduduk Andio, mencuri hasil bumi, bahkan membawa lari warga Andio ke tanah mereka di Maluku untuk dijadikan budak pekerja.
Namun upaya perlawanan Andio yang pimpin oleh Radjawali saat itu pasukan Tobelo menelan banyak kerugian.
“Radjawali ini sangat berani, dan berperang sampai kelelahan baru berhenti,” tutur Dariis yang sering di sapa om Itut saat berbincang dengan sejumlah pewarta.
Kedua makam sang legenda Andio terletak di lokasi perkebunan warga, Makam Ambaral hanya berjarak sekira 300 meter dari makam Radjawali.
Perjalanan dari ibu Kota Kecamatan Masama ke lokasi makam sekitar 20 menit menggunakan kendaraan roda dua.
Peserta Napak tilas usai mengunjungi makam Ambaral dan Radjawali, kemudian melanjutkan perjalanan menuju benteng Pertahanan Radjawali yang berlokasi di kawasan perkebunan Saulean.
Benteng Radjawali terletak di puncak bukit, kondisi benteng terdapat susunan batu menyerupai pagar mengelilingi puncak bukit dengan luas sekira 50 x 60 meter persegi.
Di setiap sudut terdapat lubang yang menyerupai tempat perlindungan dan lubang pengintaian untuk melihat musuh yang datang dari arah bawah bukit. Bagian dalam pagar batu yang mengelilingi bukit juga terdapat parit, seperti tempat perlindungan pasukan yang siap menyambut kedatangan musuh.
Kini kondisi benteng, baik lubang pengintaian maupun parit berlindung pasukan kini ditutupi potongan kayu, dedaunan dan semak.
Bila benteng tersebut dibersihkan dan dirawat, kondisi bangunannya akan lebih terlihat gagah dengan susunan batu yang rapi, layaknya bangunan benteng tradisional pada umumnya.
Menurut keterangan sejumlah tokoh adat Andio, benteng Radjawali itu dibangun sekitar tahun 1800-an, sebagai antisipasi atas serangan Tobelo maupun penjajah Belanda.
Terbengkalainya jejak peninggalan sejarah, besar harapan para tokoh Andio berinisiatif agar sejumlah situs bersejarah di Masama bisa dilestarikan melalui program Dinas Pariwisata, sehingga menjadi cagar budaya dan menarik serta mudah dikunjungi wisatawan maupun anak sekolah.
Sejumlah situs bersejarah itu, juga menjelaskan perjalanan Suku Andio hingga perlawanan yang diberikan pada kelompok penyerang dan penjajah. Keberadaan suku Andio sebagai etnis dengan jumlah penduduk terkecil di Kabupaten Banggai, juga diharap akan semakin dikenal melalui situs-situs bersejarah yang terpelihara dengan baik.
Kegiatan napak tilas yang digelar merupakan rangakian dari kegiatan Pagelaran Seni dan Budaya Andio yang digelar selama beberapa hari bertempat di lapangan Kaliwaru, Desa Taugi. Napak Tilas tersebut di ikuti ratusan warga Masama, termasuk mereka yang bukan etnis Andio. (AL)