BANGGAI – Kasus dugaan pengrusakan tanaman mangrove di Desa Polo, Kecamatan Bunta, Kabupaten Banggai, KPH Balantak menyebut adanya kerugian negara yang diperkirakan mencapai ratusan juta.
Dugaan kerugian negara tersebut dikarenakan lahan yang kini telah dijadikan tambak udang sebelumnya telah dilakukan penanaman mangrove. Rehabilitasi mengrove tersebut menelan puluhan ribu bibit mangrove.
Program rehabilitasi mongrove saat itu di tangani oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Banggai (sebelum di lebur) dan kini menjadi Kantor UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
Rehabilitasi mangrove dilakukan selama dua tahun yakni, pada tahun 2013 dan tahun 2014.
Dua program tersebut tidak sedikit menyerap uang negara untuk kepentingan upaya penanggulangan abrasi dan rehabilitasi kawasan mangrove di wilayah pesisir pantai Desa Polo dan Bohotokong.
Sebagaimana disampaikan oleh Yahya petugas KPH Balantak, yang membawahi pengawasan wilayah Kecamatan Bunta, mengatakan, areal yang dibuka oleh warga tersebut diduga telah menyerobot kawasan lahan yang berisi tanaman mangrove yang telah direhabilitasi sebelumnya.
BACA : Aktivitas Di Kawasan Mangrove Desa Polo Diduga Tak Berizin
Yahya menuturkan tahun 2013, penanaman mangrove seluas 10 hektar dengan jumlah bibit sebanyak 25 ribu. Kemudian di tahun 2014 kembali di kucurkan anggaran untuk penanaman bibit sebanyak 27 ribu oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS).
“Untuk total dana yang di kucurkan belum dapat di taksir, tetapi ini sudah ada kerugian negara,” ungkap Yahya oetugas Pengawasan wilayah Bunta, yang di dampingi oleh didampingi oleh Kepala Seksi Perlindungan KSDAE dan Pemberdayaan Masyarakat, KPH Balantak Anang Arif di ruang kerjanya pada akhir September 2022.
BACA : Polhut Akan Periksa Pemilik Tambak Udang di Desa Polo
Yahya menuturkan, meski lahan tersebut masuk dalam kawasan APL, namun dalam proses pembukaan lahan yang berisi mangrove harus memiliki izin dari instansi Kehutanan. Sementara Kantor UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) belum menerima pemberitahuan dari warga atau Pemdes setempat kaitan dengan pembukaan lahan berisi mangorve.
“Walaupun itu ada permohonan tapi kita tidak akan berani memberi izin, instansi apapun itu tidak akan berani menerbitkan izin dilahan berisi mangrove,” ungkap Yahya.
Dari hasil peninjauan sebelumnya beberapa warga yang membuka lahan tersebut hanya mengantongi izin pengelolaan perikanan yang telah kadaluarsa, itupun izin tersebut hanya berlaku setahun.
Izin yang di kantongi warga merupakan izin penglolaan perikanan dengan luas tidak lebih dari 5 hektar. Izin terbit tahun 2003 sampai dengan tahun 2004. Sebagian warga juga hanya mengantongi surat jual beli lahan yang di tandatangani oleh Kepala Desa Polo.
“Izin mereka sudah kadaluarsa, dan ada sebagian warga yang mengantongi surat jual beli yang ditandatangani kades,” beber Yahya. (AL)